Pemuda Purbalingga JawaTengah,Laporkan Kekerasan Seksual oleh Oknum Aparat: Kegagalan Negara Melindungi Rakyatnya

Purbalingga JawaTengah | sindonewsjateng.com, 26 Mei 2025 – Indonesia kembali tercoreng oleh kasus kekerasan seksual yang melibatkan oknum aparat. Seorang pemuda asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang identitasnya kami lindungi sebagai IQ, nekat menempuh perjalanan panjang ke Jakarta untuk melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya, sebuah tindakan yang mencerminkan kegagalan sistemik perlindungan korban di tingkat lokal. Keberaniannya ini patut diapresiasi, namun sekaligus menyayat hati dan mengungkap betapa rapuhnya keamanan dan keadilan bagi warga negara biasa di hadapan kekuasaan
Kasus ini bukan sekadar kasus kekerasan seksual biasa. Pelakunya diduga kuat merupakan oknum aparat, sebuah pengkhianatan terhadap sumpah jabatan dan kepercayaan publik. Bayangkan, mereka yang seharusnya melindungi masyarakat, justru menjadi predator yang merampas hak asasi manusia paling mendasar. Ini adalah pelecehan terhadap martabat kemanusiaan dan sebuah tamparan keras bagi penegak hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi korban.

Kuasa hukum IQ, Rendi Vlantino Rumapea, S.H., M.H., C.Med., dari Kantor Hukum Rendi Rumapea & Partners, dengan tegas menyatakan bahwa laporan ini bukan hanya untuk keadilan bagi IQ, tetapi juga untuk mencegah korban lain. IQ, yang hingga kini masih belum berani menceritakan trauma ini kepada orang tuanya, merupakan simbol dari begitu banyak korban kekerasan seksual yang menderita dalam diam. Ketakutan, stigma, dan minimnya akses keadilan menjadi penghalang bagi mereka untuk bersuara.

Langkah hukum yang ditempuh di tingkat lokal, termasuk koordinasi dengan UPTD PPA Purbalingga dan Kodim 0702, menunjukkan betapa rumitnya perjuangan mencari keadilan di Indonesia. Meskipun UPTD PPA menyatakan kesiapannya memberikan pendampingan, dan Kodim 0702 mengklaim mendukung pengusutan kasus secara transparan, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Pernyataan dukungan yang disampaikan melalui kuasa hukum terasa hampa dan tidak meyakinkan. Dimana komitmen nyata dari institusi-institusi tersebut? Mengapa korban harus berjuang sendirian hingga ke Jakarta?

Baca Juga:  Pengacara Rasmono S.H.: Benteng Keadilan bagi Rakyat Tertindas

Laporan resmi ke Polisi Militer (POM) Purwokerto merupakan langkah terakhir yang ditempuh, sebuah upaya yang seharusnya tidak perlu terjadi jika penegakan hukum di tingkat lokal berjalan efektif dan responsif. Ketidakberdayaan IQ dan kuasa hukumnya di Purbalingga memaksa mereka untuk berjuang di Jakarta, menunjukkan betapa jauhnya jarak antara janji dan realita penegakan hukum di Indonesia.

Kasus ini bukan hanya tentang IQ. Ini adalah cerminan sistem penegakan hukum yang lemah, ketidakpedulian terhadap korban, dan budaya impunitas yang merajalela. Keberanian IQ harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi total dalam penanganan kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan oknum aparat. Tindakan tegas, transparan, dan akuntabel harus segera diambil untuk memberikan keadilan bagi IQ dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Keheningan dari Komandan Kodim 0702 hingga berita ini diturunkan semakin memperkuat kecurigaan akan adanya upaya pembiaran dan perlindungan terhadap oknum pelaku. Apakah ini yang disebut penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu? Kita tunggu saja bukti nyata, bukan hanya janji-janji kosong. Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar pernyataan dukungan; Indonesia membutuhkan tindakan nyata untuk melindungi warganya dari kejahatan, termasuk kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya melindungi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *