Purbalingga|sindonewsjateng.com, Senin 02 Juni 2025 – Aroma busuk ketidaktransparanan dan arogansi kekuasaan kembali tercium dari gedung DPRD Kabupaten Purbalingga. Bukannya menjadi representasi rakyat yang terbuka dan bertanggung jawab, lembaga yang seharusnya menjadi pilar demokrasi ini justru menunjukkan wajah bengisnya dengan mengusir wartawan yang berupaya melakukan konfirmasi terkait dugaan keterlibatan anggota dewan dalam kasus narkoba. Peristiwa memalukan ini terjadi pada tanggal 2 Juni 2025, mencoreng citra Purbalingga dan mengusik sendi-sendi demokrasi.
Bang Aldo, perwakilan dari media partner yang menjadi korban pengusiran, dengan tegas menyatakan, “Kami diusir secara paksa oleh petugas keamanan DPRD tanpa alasan yang jelas. Ini bukan hanya penghinaan terhadap profesi jurnalistik, tetapi juga upaya licik untuk menutup-nutupi informasi penting bagi publik.” Pernyataan ini menguatkan dugaan adanya upaya sistematis untuk melindungi oknum anggota dewan yang terlibat. Keengganan memberikan klarifikasi justru semakin memperkuat kecurigaan publik.
Tindakan sewenang-wenang ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU tersebut secara tegas mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik. Ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta seharusnya menjadi efek jera, bukan sekadar ancaman di atas kertas. Namun, nyatanya, DPRD Purbalingga dengan congkaknya mengabaikan hukum dan hak publik untuk mendapatkan informasi.
Lebih memprihatinkan lagi, kasus ini bukan sekadar insiden tunggal. Ini adalah puncak gunung es dari budaya ketidaktransparanan yang telah lama mengakar di DPRD Purbalingga. Sikap arogan dan anti-kritik yang ditunjukkan oleh lembaga ini menunjukkan betapa jauhnya mereka dari idealisme representasi rakyat. Mereka lebih memilih melindungi kepentingan pribadi dan kelompok daripada melayani kepentingan publik.