
PURBALINGGA|sindonewsjateng.com,03 September 2025 – Pertemuan yang dinanti-nantikan antara Bupati Purbalingga, Fahmi M Hanif, dengan perwakilan organisasi masyarakat (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, dan media independen berakhir antiklimaks malam ini. Bertempat di Pendopo Kabupaten Purbalingga, diskusi yang berlangsung sejak pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB ini gagal mencapai kesepakatan, meninggalkan gurat kekecewaan mendalam di wajah para audien.
Sejumlah isu krusial yang menyentuh langsung denyut nadi masyarakat Purbalingga disampaikan dengan lugas oleh para perwakilan. Mulai dari kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai mencekik, harga seragam sekolah yang melambung tinggi dan membebani orang tua, hingga buruknya pelayanan di rumah sakit daerah yang kerap menyulitkan warga miskin dalam mengakses layanan kesehatan dasar. Namun, alih-alih mendapatkan jawaban konkret dan solusi yang menjanjikan, para audien harus puas dengan respons normatif yang dinilai jauh dari substansi persoalan.
“Kami datang membawa suara rakyat, membawa fakta-fakta lapangan yang tak terbantahkan,” ujar salah satu ketua Ormas dengan nada kecewa usai pertemuan. “Tapi yang kami dapatkan hanyalah retorika, janji-janji manis yang sudah sering kami dengar. Seolah-olah Bupati tidak memahami betapa beratnya beban yang ditanggung masyarakat saat ini.”
Sorotan tajam juga diarahkan pada kinerja Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Purbalingga. Tim yang seharusnya menjadi motor penggerak kemajuan ini justru disinyalir diisi oleh anggota DPRD dan individu-individu dari lingkaran dekat Bupati. Kondisi ini memicu pertanyaan besar tentang independensi dan objektivitas mereka dalam bekerja, menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan yang dapat menghambat pembangunan yang transparan dan akuntabel.
Namun, yang paling mengemuka dan memicu kegeraman audien adalah dugaan praktik jual beli proyek di lingkungan pemerintahan daerah. Informasi yang beredar menyebutkan adanya komisi antara 10 hingga 15 persen yang harus disetor kepada oknum tertentu agar sebuah paket pekerjaan dapat diperoleh. Praktik kotor ini, jika terbukti, tidak hanya merusak tatanan birokrasi yang bersih dan berintegritas, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik yang mendambakan pemerintahan yang jujur dan melayani.
Para audien mendesak Bupati Fahmi M Hanif untuk tidak hanya menerima laporan “indah” di atas kertas, melainkan turun langsung ke lapangan, mengecek kondisi riil, dan mengambil langkah konkret untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada. “Kami butuh kepastian, bukan sekadar janji. Kami butuh pemimpin yang berani menghadapi masalah, bukan yang hanya berlindung di balik laporan-laporan fiktif,” tegas seorang tokoh masyarakat.
Sayangnya, harapan tersebut pupus. Pertemuan malam ini tidak menghasilkan respons tegas maupun solusi yang memadai. Para audien meninggalkan Pendopo Kabupaten Purbalingga dengan rasa kecewa yang kentara. Kekecewaan ini, menurut beberapa pihak, bukan tidak mungkin akan terakumulasi menjadi gerakan lanjutan dari berbagai kelompok masyarakat sebagai bentuk protes terhadap sikap pemerintah daerah yang dianggap abai terhadap aspirasi dan penderitaan rakyatnya. Bola panas kini berada di tangan Bupati, apakah akan memilih untuk mendengarkan suara rakyat atau membiarkan bara kekecewaan ini terus membesar.