Banjarnegara, Jawa Tengah|sindonewsjateng.com – Kekecewaan mendalam dirasakan oleh Turwanti, warga Desa Danakerta, Kecamatan Punggelan, Banjarnegara, atas pengalamannya mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit Islam (RSI) Bawang pada 2 Agustus 2025. Turwanti, yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan mengalami gejala mual dan lemas, ditolak rawat inap oleh dokter jaga di ruang IGD dengan alasan tidak ditemukan gejala kedaruratan. Ironisnya, di rumah sakit lain, kondisi Turwanti justru membutuhkan perawatan inap. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang standar pelayanan dan prosedur di RSI Bawang.

Menanggapi keluhan tersebut, awak media mencoba melakukan konfirmasi ke pihak RSI Banjarnegara pada Senin, 4 Agustus 2025. Pertemuan awal dengan Humas RSI, yang diwakili oleh AD, menunjukkan adanya hambatan dalam upaya untuk menemui Direktur RSI. AD menjelaskan bahwa proses penyelesaian kasus harus melalui beberapa tahapan, dimulai dari tingkat unit, kemudian managerial, dan terakhir baru ke Direktur. Lebih lanjut, AD menegaskan bahwa untuk bertemu Direktur, diperlukan surat permohonan resmi. Sikap ini dinilai kurang responsif dan terkesan mempersulit akses informasi bagi publik.

Selanjutnya, dengan fasilitasi dari AD, awak media bertemu dengan Suyatno, Kepala Ruang IGD RSI Bawang. Ketika ditanya mengenai alasan penolakan rawat inap terhadap Turwanti, Suyatno menyatakan tidak dapat mengintervensi hasil pemeriksaan dokter jaga. Menurutnya, keputusan dokter merupakan kewenangan mutlak dan telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Penjelasan ini terkesan mengalihkan tanggung jawab dan minim empati terhadap kondisi pasien.

Upaya konfirmasi kepada dokter yang menangani Turwanti juga menemui jalan buntu. Menurut AD, dokter tersebut sedang bertugas di tempat lain dan baru dapat dihubungi pada 8 Agustus 2025. Yang lebih mengejutkan, AD bahkan menyatakan bahwa pihak RSI tidak keberatan jika berita ini ditayangkan meskipun sebelum bertemu dokter yang bersangkutan. Pernyataan ini menimbulkan kesan bahwa pihak RSI kurang serius dalam menangani keluhan pasien dan lebih mementingkan citra daripada memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap kualitas pelayanan kesehatan di RSI Banjarnegara. Penolakan rawat inap terhadap pasien dengan riwayat penyakit kronis dan gejala yang mengkhawatirkan menimbulkan pertanyaan serius tentang kompetensi dan profesionalisme tenaga medis di rumah sakit tersebut. Minimnya akses informasi dan kurangnya responsif dari pihak manajemen RSI Bawang semakin memperparah situasi. Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap standar pelayanan, prosedur, dan etika profesi di RSI Bawang agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan manusiawi. Ke depan, diharapkan RSI Banjarnegara, lebih transparan dan responsif terhadap keluhan masyarakat serta memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan pasien. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat terhadap kualitas pelayanan rumah sakit di Indonesia.