Semarang | Sindo News Jateng – Kasus hukum yang menimpa seorang pekerja hiburan malam, Mami Uthe, kini memasuki babak baru. Melalui tim kuasa hukumnya, perempuan tersebut membantah keras tuduhan sebagai mucikari, dan justru melayangkan laporan balik terhadap pihak manajemen tempatnya bekerja.
Mami Uthe dijerat dengan Pasal 296 KUHP, terkait dugaan memfasilitasi perbuatan cabul. Namun, tim kuasa hukum menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan cenderung mengabaikan peran serta tanggung jawab manajemen yang lebih dominan dalam struktur operasional.
“Klien kami hanya seorang karyawan yang bertugas membacakan menu kepada tamu. Istilah-istilah dalam menu tersebut pun tidak seluruhnya ia pahami,” terang Angga Kurnia Anggoro, S.H., salah satu penasihat hukum Mami Uthe, dalam konferensi pers pada Rabu (25/6/2025).
Angga bersama koleganya, Artdityo, S.E., S.H., M.Kn., menilai proses penahanan terhadap Mami Uthe terkesan terburu-buru dan tidak memperhatikan asas kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP.
“Penahanan harus berlandaskan pada prinsip keadilan dan kemanusiaan. Klien kami bersikap kooperatif, tidak berupaya melarikan diri, dan tidak berpotensi menghilangkan barang bukti,” ujar Artdityo.
Tak hanya membantah, Mami Uthe justru mengambil langkah hukum dengan melaporkan manajemen tempat ia bekerja. Tim hukum menyebut, manajemen memiliki peran sentral dalam operasional yang kini dipersoalkan oleh aparat.
“Klien kami adalah korban sistem. Ia berada di bawah tekanan dan aturan kerja yang ditetapkan manajemen, yang justru kini luput dari sorotan hukum,” sambung Angga.
Dalam pernyataan resminya, tim hukum meminta aparat penegak hukum, media, dan masyarakat untuk tidak terburu-buru menghakimi. Mereka menegaskan pentingnya perspektif objektif dan proporsional dalam melihat perkara ini.
“Hukum seharusnya berpihak kepada mereka yang lemah, bukan justru menjadi alat untuk mengkriminalisasi pekerja kecil,” tandas Artdityo.
Sebagai langkah lanjutan, tim kuasa hukum mengajukan permohonan penahanan kota kepada kejaksaan. “Kami berharap pihak kejaksaan mempertimbangkan permohonan ini demi kelangsungan hak asasi klien kami,” tutup Angga.