Strategi UMKM Bertahan di Tengah Gejolak Ekonomi Global

Strategi UMKM Bertahan di Tengah Gejolak Ekonomi Global

SINDONEWS JATENG – Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang makin terasa dampaknya, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi cepat agar tetap bertahan, bahkan bertumbuh. Gejolak nilai tukar rupiah, inflasi global, hingga gangguan rantai pasok pasca-pandemi menjadi tantangan nyata yang menghantam banyak lini usaha kecil.

Meski begitu, sejumlah pelaku UMKM di Jawa Tengah menunjukkan bahwa ketahanan dan kreativitas adalah kunci utama untuk melewati masa-masa sulit ini.

Tekanan Global, Dampak Lokal

Perekonomian dunia dalam dua tahun terakhir mengalami tekanan yang cukup signifikan. Konflik geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan dagang antara negara-negara besar, hingga perubahan iklim ekstrem berdampak langsung pada pasokan barang, bahan baku, serta daya beli konsumen. UMKM yang selama ini mengandalkan bahan baku impor atau bergantung pada pasar ekspor, langsung terdampak.

“Sejak harga bahan baku naik, margin keuntungan saya turun drastis. Tapi saya tidak bisa langsung menaikkan harga karena pasar juga lagi lesu,” ujar Anik Widya, pemilik usaha sabun herbal di Salatiga.

Digitalisasi Jadi Jalan Terang

Salah satu strategi yang terbukti membantu UMKM bertahan adalah digitalisasi. Pelaku usaha mulai memanfaatkan teknologi untuk efisiensi produksi, pemasaran digital, hingga penjualan melalui e-commerce dan media sosial. Bagi banyak UMKM, digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong pelatihan digital marketing, pemanfaatan aplikasi kasir digital, hingga pendaftaran UMKM ke platform dagang online seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, dan TikTok Shop.

“Dulu saya hanya mengandalkan penjualan offline. Setelah ikut pelatihan dan mulai jualan lewat Instagram, omzet saya naik hampir 70 persen,” kata Fajar Santoso, produsen camilan khas Tegal.

Baca Juga:  Berkembangnya Bisnis Digital di Tahun 2025: Peluang dan Tantangan

Diversifikasi Produk: Mengurangi Risiko

Langkah penting lainnya yang dilakukan oleh UMKM adalah melakukan diversifikasi produk. Dengan tidak menggantungkan seluruh pendapatan dari satu jenis produk, UMKM bisa lebih fleksibel menghadapi perubahan selera pasar atau gangguan produksi.

Contohnya, pengrajin kayu di Jepara yang sebelumnya hanya fokus membuat furnitur besar, kini juga memproduksi dekorasi rumah, rak mini, dan souvenir. Selain bahan baku yang lebih sedikit, produk ini juga lebih mudah dikirim dan memiliki pasar luas di e-commerce.

“Sekarang permintaan produk kecil justru lebih tinggi karena harganya terjangkau dan bisa dibeli sebagai hadiah atau oleh-oleh,” ujar Haryanto, pengrajin dari Jepara yang kini juga menjual produknya ke luar Jawa.

Adaptasi Model Bisnis: Dari Retail ke Pre-order

Selain diversifikasi produk, perubahan model bisnis juga dilakukan oleh pelaku UMKM. Sistem pre-order menjadi pilihan bagi banyak pelaku usaha untuk mengurangi risiko stok menumpuk dan pemborosan modal.

Dengan sistem ini, produk hanya dibuat ketika sudah ada pesanan. Hal ini memungkinkan pengelolaan keuangan yang lebih sehat dan produksi yang lebih efisien.

“Sekarang saya tidak produksi massal dulu. Saya buka PO (pre-order) seminggu sekali, jadi bahan baku bisa saya atur, dan tidak ada sisa,” ungkap Della Wahyuningsih, pemilik brand fashion lokal di Semarang.

Perluasan Pasar Lewat Kolaborasi

UMKM yang mampu bertahan biasanya juga aktif menjalin kolaborasi, baik dengan sesama pelaku usaha, komunitas, atau bahkan dengan perusahaan besar. Kolaborasi ini bisa dalam bentuk pameran bersama, bundling produk, hingga promosi silang di media sosial.

Di beberapa daerah, pemerintah kota atau kabupaten ikut memfasilitasi kolaborasi ini melalui program inkubasi bisnis atau festival UMKM lokal.

Baca Juga:  Ide Usaha Sampingan untuk Karyawan dengan Modal Minim

“Di Banyumas, kita punya program UMKM Naik Kelas, di mana pelaku usaha kecil bisa kerja bareng dengan perusahaan besar. Mereka belajar packaging, branding, sampai ekspor,” jelas Dedi Kurniawan, staf Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyumas.

Akses Pembiayaan Masih Jadi Tantangan

Meski banyak strategi telah diterapkan, masalah klasik seperti pembiayaan masih jadi tantangan besar bagi UMKM. Tidak semua pelaku usaha memiliki akses mudah ke perbankan. Banyak yang tidak memiliki agunan, laporan keuangan formal, atau legalitas usaha yang lengkap.

Namun, pemerintah dan lembaga keuangan kini mulai membuka jalur-jalur baru seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pinjaman tanpa agunan berbasis digital (fintech), hingga program pendanaan bergulir dari kementerian.

“Sekarang pelaku UMKM bisa akses modal lewat PNM Mekaar, KUR, atau platform seperti Amartha dan Modalku. Tapi tetap, mereka harus disiplin dalam mengatur arus kas,” terang Dewi Anjani, analis ekonomi di Semarang.

Inovasi dan Ceruk Pasar Baru

UMKM yang mampu melihat ceruk pasar baru cenderung lebih tangguh di tengah krisis. Contohnya, saat pandemi, banyak pelaku usaha yang beralih membuat produk kebersihan, masker kain, atau makanan beku. Kini, dengan tren gaya hidup sehat dan produk ramah lingkungan, peluang itu kembali terbuka.

“Produk sustainable seperti tas daur ulang, sedotan bambu, dan sabun organik lagi naik daun, terutama untuk pasar ekspor kecil,” jelas Rifki Ismail, eksportir produk eco-friendly asal Solo.

Edukasi dan Pendampingan Masih Dibutuhkan

Meski banyak pelatihan tersedia, tidak semua pelaku UMKM mampu langsung menyerap atau mengaplikasikan pengetahuan baru. Karena itu, pendampingan yang konsisten menjadi hal penting agar strategi bertahan bisa berjalan berkelanjutan.

Sejumlah LSM dan kampus juga mulai aktif mendampingi UMKM lokal melalui program magang, riset pasar, hingga pelatihan keuangan.

Baca Juga:  Cara Memulai Bisnis Online dari Nol untuk Pemula

“UMKM butuh teman diskusi. Bukan cuma disuruh belajar digital marketing, tapi ditemani langkah per langkah sampai mereka siap mandiri,” tegas Irwan Maulana, dosen kewirausahaan Universitas Negeri Semarang.

Kesimpulan: UMKM Butuh Ekosistem yang Kuat

Ketahanan UMKM bukan hanya soal kreativitas pelaku usaha, tapi juga tergantung pada ekosistem pendukungnya. Pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat perlu bersinergi untuk menciptakan iklim usaha yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.

Di tengah gejolak ekonomi global, UMKM yang gesit dan mau berinovasi masih punya peluang besar untuk tumbuh. Bukan hanya bertahan, tapi juga menjadi kekuatan utama pemulihan ekonomi nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *